Ketentuan Umum Transaksi Repo dengan Bank Indonesia
Transaksi Repo atau Repurchase Agreement merupakan penjualan efek secara bersyarat dengan kewajiban pembelian kembali di masa mendatang sesuai harga dan jangka waktu yang disepakati. Bank Indonesia (BI) menggunakan transaksi Repo sebagai salah satu instrumen untuk melaksanakan Operasi Pasar Terbuka (OPT) guna mempengaruhi likuiditas di perbankan.
Pihak yang Dapat Melakukan Transaksi Repo dengan BI
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, hanya Bank Umum yang dapat melakukan transaksi Repo. Bank Umum tersebut harus menjalankan usahanya secara konvensional, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Efek yang Dapat Direpokan dengan BI
Surat berharga yang dapat digunakan untuk transaksi Repo dengan BI memiliki kriteria tertentu, yaitu:
Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Surat Berharga Negara (SBN) milik bank, termasuk:
Surat Perbendaharaan Negara (SPN)
Obligasi Ritel Indonesia (ORI)
Zero Coupon Bond (ZCB)
Ketentuan Kelayakan Efek:
Efek tersebut harus tercatat dalam rekening perdagangan pada sarana BI-SSSS (Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System).
Sisa jangka waktu efek harus memenuhi kriteria:
Minimal 2 hari kerja untuk SBI dan SPN
Minimal 10 hari kerja untuk Obligasi Negara (termasuk ORI dan ZCB) terhitung dari tanggal transaksi Repo jatuh tempo.
Besaran Transaksi Repo
Nilai Maksimal: Bank Umum dapat melakukan Repo dengan BI hingga nilai nominal maksimal yang mereka miliki pada 1 hari kerja sebelum tanggal transaksi.
Penentuan Nilai: BI menetapkan nilai jual berdasarkan nominal dan harga yang tercantum dalam sistem BI-SSSS.
Haircut: BI menerapkan haircut sebagai pengurang nilai efek untuk memperhitungkan risiko gagal bayar. Besaran haircut tergantung jenis efek yang digunakan.
Jangka Waktu dan Harga Transaksi Repo
Jangka Waktu: Transaksi Repo dengan BI memiliki jangka waktu 1 (satu) hari.
Harga: BI menggunakan prinsip sell and buy back dengan ketentuan:
Harga beli kembali (Repo Rate) = BI Rate berlaku + marjin yang ditetapkan BI (biasanya 300 basis poin).
Kesimpulan
Transaksi Repo dengan Bank Indonesia merupakan instrumen penting dalam pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka (OPT) untuk mengatur likuiditas perbankan. Bank Umum yang memenuhi syarat dapat menggunakan instrumen ini untuk mengelola likuiditas mereka.
Tanya Jawab Seputar Transaksi Repo dengan BI:
1. Apakah Bank Umum wajib melakukan transaksi Repo dengan BI?
Tidak. Transaksi Repo bersifat sukarela dan dapat dilakukan bank sesuai kebutuhan untuk mengelola likuiditas.
2. Bagaimana mengetahui besaran BI Rate terbaru?
BI Rate terbaru dapat diakses melalui website resmi Bank Indonesia ([https://www.bi.go.id/](https://www.bi.go.id/)).
3. Apakah ada risiko dalam transaksi Repo?
Risiko utama adalah gagal bayar dari pihak Bank Umum yang melakukan Repo. Untuk memitigasi risiko ini, BI menerapkan haircut pada nilai efek yang digunakan.
4. Bagaimana jika Bank Umum tidak dapat membeli kembali efek pada saat jatuh tempo?
Dalam kondisi tersebut, BI akan melakukan penjualan efek yang di-Repokan di pasar sekunder untuk melunasi kewajibannya. Bank Umum akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Apakah ada dasar hukum yang mengatur transaksi Repo dengan BI?
Ya. Landasan hukum transaksi Repo dengan BI diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 8/4/DPM tentang Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia Di Pasar Sekunder.